Sejak aku
terjerembab di atas bebatuan terjal, maka tak seorang pun mencuil sepercik air
tawar. Sebab kata mereka, aku adalah pembawa kehancuran realitas. Memang
keberuntungan tak selalu berpihak. Keberuntungan selalu membanalu seenaknya
sendiri tanpa memperdulikan apapun. Dunia sebagai tempat persinggahan. Dan
keberuntunganku pada batu karang. Anggap saja seperti itu. Disaat aku membelot
dari kenyataan, di saat aku menyingkap kebohongan atau kriminalitas yang enggan
ku sebarkan, ketika itu bekatku sebagai seorang pengkhianat telah membuncah.
Sehingga tak ku pedulikan lagi apa kata orang. Ku teruskan saja membiarkan
ombak mendebur karang. Jika memang aku harus melompati satu persatu batu karang
terjal dengan melata. Menghindari percikan ombak asin. Nemun, saat aku
berjongkok di atas batu karang yang teramat kecil hingga seperempat kedua
telapak kakiku, maka aku akan basah dan menunggu nyala lampu mercusuar mengarah
ke langit. Diam atau mati. Tentang kehidupan yang berputar, berjalan, berlalu,
berlanjut. Akulah mayat hidup, tanpa hati, tanpa perasaan, tak berotak, tanpa
nurani. Remah kisah kehidupan menyerupai ubi jalar. Ya, akulah si hina yang
selalu hanya menjalar di balik timbunan lapisan pasir…
Tak baik sebenarnya kenyataan benar dalam memuji diri hingga terhina. Di
alam nyata semu maya, itu bukanlah jaminan keserokan harga diri. Mungkin kau
teramat cebol kerdil di antara raksasa. Kau raksasa. Namun saraf motorik atau
sensorik yang sadar itu lebih dan lebih bertaraf. Renungi diri hingga sajak
bergolak dan mulai meninggalkan pujangganya. Ingat! Kau masih berdiri di tepian
jurang dan kau akan tetap di sana sampai suatu hari nanti, kau telah sampai di
pucuknya. Hanya tinggal melompat dan berhentilah sudah roda dunia. Sayangnya
semua itu salah kaprah. Hanya saja kumbang menilik pada bunga ratapan. Itu pun
kaku. Kau yang tak pernah mencoba di atas bukit. Selalu saja batu karang yang
tegar kau jadikan pedoman. Sungguh saying sekali. Sebab betapapun tingginya
batu karang yang menyentuh langit, pasti selalu terangkul basah oleh zat air.
Dan luluh lantaknya keretakan menjadikannya tersipu. Hakekat batu keras, namun
sebenarnya lembut. Renggut saja pada lubang yang menonjol. Maka temukan
sebentuk kerindangan hati dari dalamnya. Meski hitamnya lubang tonjol itu tak terkira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar